HAJI & UMRAH

HAJI & UMRAH

Gambar

Raml.

>Ketika thawaf qudum, pada tiga putaran pertama disunnatkan lari-lari kecil [ raml ], tetapi antara Ruknul Yamani dan Hajar Aswad berjalan biasa. “ .

Demikanlah kurang lebih penggalan materi yang diberikan oleh Prof Suwandojo Siddiq pada manasik umrah, hari Ahad tangggal 02 Mei 2010 M. hal ini mengundang pertanyaan dan kepenasaran; Apakah raml itu pada tiga putaran pertama secara penuh dari Hajar Aswad sampai Hajar Aswad, atau seperti yang dikemukanakan Profesor di atas ?. hal ini juga mendorong penulis untuk membaca ulang hadits-hadits tentang raml. Marilah kita perhatikan hadits-hadits di bawah ini:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ t قَالَ: رَمَلَ رَسُوْلُ اللهِ r مِنَ الْحَجَرِ إِلَى الْحَجَرِ ثَلاَثًا وَمَشَى أَرْبَعًا. ) مسلم: 3040 (

Dari Ibnu Umar ra ia berkata: “ Rasulullah saw lari-lari kecil dari Hajar Aswad sampai Hajar Aswad pada tiga putaran [ pertama ] dan berjalan biasa pada empat putaran [ terakhir ]. “ [ Muslim, no: 3040 ]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ t: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ r كَانَ إِذَا طَافَ فِيْ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ أَوَّلَ مَا يَقْدَمُ فَإِنَّهُ يَسْعَى ثَلاَثَةَ أَطْوَافٍ بِالْبَيْتِ ثُمَّ يَمْشِيْ أَرْبَعَةً ثُمَّ يُصَلِّيْ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ يَطُوْفُ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ. ) مسلم: 3038 (

Dari Ibnu Umar ra: “ Rasulullah saw apabila thawaf pada haji atau umrah ketika pertama kali ia tiba [ thawaf qudum ] ia berlari-lari kecil pada tiga putaran [ 1 s/d 3 ], lalu berjalan biasa pada empat putaran [ 4 s/d 7 ], lalu shalat dua rakaat [ di maqam Ibrahim ], kemudian  thawaf [ sa’i ] antara Shafa dan Marwa. “  [ Muslim, no: 3038 ]

Raml bermakna mempercepat dalam berjalan dengan memperpendek langkah [ lari-lari kecil ]. Raml disyari’atkan pada tiga putaran pertama dari tujuh putaran. Dan Raml ini hanya disyari’atkan pada thawaf umrah dan thawaf pertama pada ibadah haji [ thawaf qudum ]. Dan raml ini hanya disyari’atkan bagi laki-laki.

Apabila pada tiga putaran pertama tidak melakukan raml maka tidak bisa diganti pada empat putaran terakhir, karena pada empat putaran akhir sunnahnya berjalan biasa [ al-masyu ].

Apabila tidak memungkinkan raml karena berdesak-desakan maka berjalan biasa tapi mendekati sifat raml [ jalan cepat ditempat ]. Apabila tidak memungkinkan raml jika kita thawaf dekat dengan Ka’bah, tetapi memungkinkan jika thawaf jauh dari Ka’bah, maka yang lebih utama thawaf jauh dari Ka’bah dan raml, karena raml itu ibadah sementara berdekatan dengan ka’bah tidak termasuk ibadah.

Perkataan: “ ramala Rasulullah saw minal hajar ilal hajar tsalaatsan …“ [ Rasulullah saw raml dari hajar [ Aswad ] sampai hajar [ Aswad ] pada tiga putaran [ pertama …] menjadi dalil bahwa Rasulullah saw melakukan raml pada seluruh tiga putaran [ tanpa kecuali ]. [ Nailul Authar, IX: 262 ]

Adapun hadits Ibnu Abbas ra yang menerangkan bahwa: “ Rasulullah saw memerintahkan kepada para sahabat untuk berlari-lari kecil pada tiga putaran pertama dan berjalan biasa antara dua rukun [ Ruknul Yamani dan Hajar Aswad ]. “ [ Muslim no: 3048 ]. Dimansukh [ dihapus ] oleh hadits pertama [ lihat hadits riwayat Imam Muslim, no: 3040 ], karena hadits Ibnu Abbas di atas menerangkan kejadian pada saat Rasulullah saw menunaikan Umratul Qodho pada tahun ketujuh Hijriyyah, sementara penyakit Humaa Yatsrib [ Demam Madinah ] telah melemahkan badan mereka, maka para sahabat lari-lari kecil pada tiga putaran pertama untuk memperlihatkan kepada musyrikin Makah bahwa mereka kuat, adapun antara dua rukun [ Ruknul Yamani dan Hajar Aswad ] mereka berjalan biasa karena musyrikin Makah ketika itu duduk di sekitar Hijir Isma’il sehingga musyrikin Makah tidak dapat melihat mereka antara dua rukun ini. Adapun ketika Rasulullah saw menunaikan ibadah haji [ haji Wada’ ] pada tahun kesepuluh Hijriyyah ia raml [ berlari-lari kecil ] dari Hajar Aswad sampai ke Hajar Aswad. Maka wajib mengambil [ mengamalkan ] yang terakhir. [ Syarah Muslim An-Nawawi, IX: 12 ].

Di bawah ini hadits Ibnu Abbas secara lengkap:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ t قَالَ: قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ r وَأَصْحَابُهُ مَكَّةَ وَقَدْ وَهَنَتْهُمْ حُمَى يَثْرِبَ، قَالَ الْمُشْرِكُوْنَ: إِنَّهُ يَقْدَمُ عَلَيْكُمْ غَدًا قَوْمٌ قَدْ وَهَنَتْهُمُ الْحُمَى، وَلَقُوْا مِنْهَا شِدَّةً. فَجَلَسُوْا مِمَّا يَلِيْ الْحِجْرَ، وَأَمَرَهُمُ النَّبِيُّ r أَنْ يَرْمُلُوْا ثَلاَثَةَ أَشْوَاطٍ وَيَمْشُوْا مَا بَيْنَ الرُّكْنَيْنِ لِيَرَى الْمُشْرِكُوْنَ جَلَدَهُمْ، فَقَالَ الْمُشْرِكُوْنَ: هَؤُلاَءِ الَّذِيْنَ زَعَمْتُمْ أَنَّ الْحُمَى قَدْ وَهَنَتْهُمْ، هَؤُلاَءِ أَجْلَدَ مِنْ كَذَا وَكَذَا. قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ t: وَلَمْ يَمْنَعْهُ أَنْ يَأْمُرَهُمْ أَنْ يَرْمَلُوْا اْلأَشْوَاطَ كُلَّهَا إِلاَّ اْلإِبْقَاءَ عَلَيْهِمْ. ) مسلم: 3048 (

Dari Ibnu Abbas ra ia berkata: “ Rasulullah saw dan para sahabatnya mendatangi kota Makah [ untuk menunaikan Umrah ] dan penyakit Demam Madinah telah melemahkan mereka. Musyrikin Makah berkata: ‘ Besok akan datang kepada kalian satu kaum yang telah dilemahkan oleh Demam Madinah, dan mereka banyak menemukan kesulitan di Madinah. ‘ Mereka [ musyrikin Makah ] duduk di sekitar Hijir Isma’il, maka Rasulullah saw memerintahkan para sahabat untuk raml [ berlari-lari kecil ] pada tiga putaran pertama dan berjalan biasa pada empat putaran terakhir agar musyrikin Makah dapat melihat ketangguhan mereka. Musyrikin Makah berkata: ‘ Mereka itu orang-orang yang kalian sangka telah dilemahkan oleh Demam Madinah, ternyata mereka lebih tangguh. ‘ Ibnu Abbas ra berkata: ‘ Tidak ada yang menghalangi Rasulullah saw untuk memerintah mereka agar berlari-lari kecil di seluruh tiga putaran melainkan rasa kasihan atas mereka. ‘ “ [ Muslim, no: 3048 ]

Isyarat di putaran terakhir.

Prof juga menerangkan bahwa pada putaran thawaf ketujuh [ terakhir ] tidak ada isyarat. Dalam hal ini kami menemukan sebuah hadits berbunyi demikian:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ t قَالَ: طَافَ النَّبِيُّ  r بِالْبَيْتِ عَلَى بَعِيْرٍ، كُلَّمَا أَتَى عَلَى الرُّكْنِ أَشَارَ إِلَيْهِ بِشَيْءٍ بِيَدِهِ وَكَبَّرَ. ) البخاري: 1632، أحـمد: 1، 264 (

Dari Ibnu Abbas ra ia berkata: “ Nabi saw thawaf di Baitullah sambil mengendarai untanya, setiap kali ia mendatangi ar-Ruknu [ sudut hajar Aswad ] ia berisyarat dengan sesatu yang ada di tangannya dan bertakbir. “ [ Al-Bukhori, no: 1632, Ahmad, I: 264 ]

Pada hadits di atas terdapat kata-kata kullama ataa [ setiap kali mendatangi ] perkataan kullama ataa menjadi dalil bahwa setiap kali mendatangi sudut hajar Aswad termasuk putaran terakhir [ putaran ketujuh ] ada padanya isyrat. Jadi isyarat pada thawaf qudum itu ada delapan ditambah satu yaitu isyarat setelah shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim, tetapi tidak mengandung arti putaran thawaf menjadi delapan.

Adakah doa ketika di Marwa [ akhir sa’i ] ?

Pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui sahabat Jabir bin Abdullah tentang sifat [ tata cara ] haji Nabi saw diterangkan demikian:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ t قَالَ: … فَلَمَّا دَنَا مِنَ الصَّفَا قَرَأَ  ) إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ ( أَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ فَبَدَأَ بِالصَّفَا فَرَقِيَ عَلَيْهِ حَتَى رَأَى الْبَيْتَ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ فَوَحَّدَ اللهَ وَكَبَّرَهُ وَقَالَ ) لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلَّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ ( ثُمَّ دَعَا بَيْنَ ذَلِكَ قَالَ مِثْلَ هَذَا ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ نَزَلَ إِلَى الْمَرْوَةِ حَتَّى إِذَا انْصَبَّتْ قَدَمَاهُ فِيْ بَطْنِ الْوَادِي سَعَى حَتَّى إِذَا صَعِدَتَا مَشَى حَتَّى أَتَى الْمَرْوَةَ فَفَعَلَ عَلَى الْمَرْوَةِ كَمَا فَعَلَ عَلَى الصَّفَا … ) مسلم: 2941 (

Dari Jabir bin Abdullah ra ia berkata: “ … Ketika mendekati Shafa ia membaca: innash shafa …[ sesungguhnya Shafa dan Marwa merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah ]. Aku memulai dengan apa yang dimulai Allah dalam penyebutannya. Lalu naik ke bukit Shafa hingga terlihat Ka’bah, lalu ia menghadap ke arah kiblat, kemudian bertauhid dan bertakbir lalu mengucapkan: laa ilaaha illalloohu …[ tidak ada tuhan [ yang layak disembah ] selain Allah, yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, hanya bagi-Nya segala kerajaan, dan hanya bagi-Nya segala puji, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada tuhan [ yang layak disembah ] selain Allah, Yang Esa, Ia telah sempurnakan janji-Nya, dan Ia telah menolong hamba-Nya, dan Ia sendiri yang telah hancurkan golongan-golongan musuh ].kemudian ia berdoa diantara itu, ia lakukan sebanyak tiga kali. Lalu ia menuju ke Marwa, hingga apabila kedua kakinya menginjak tengah-tengah lembah ia berjalan cepat [ raml ], ketika mendaki ia jalan biasa hingga mendatangi Marwa, lalu di Marwa ia melakukan seperti yang ia lakukan di Shafa …[ Muslim, no: 2941 ]

Perkataan “ fafa’ala ‘alal Marwa kama fa’ala ‘alash Shafa “ [ lalu di Marwa ia melakukan seperti yang ia lakukan di Shafa ] menjadi dalil bahwa kita melakukan [ membaca doa ] sebagaimana ketika kita berada di Shafa.

Idhtiba ketika sa,i.

عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ t: أَنَّ النَّبِيَّ r طَافَ بِالْبَيْتِ مُضْطَبِعًا وَعَلَيْهِ بُرْدٌ. ) أبو داود: 1883، الترمذي: 859 (

Dari Ya’la bin Umayyah ra [ ia berkata ]: “ Nabi saw thawaf di Baitullah dengan idhtiba’, ia mengenakan kain bergaris. “ [ Abu Dawud, no: 1883, At-Tirmidzi, no: 859 ]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ t: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ r وَأَصْحَابَهُ اِعْتَمَرُوْا مِنَ الْجِعْرَانَةِ، فَرَمَلُوْا بِالْبَيْتِ وَجَعَلُوْا أَرْدِيَتَهُمْ تَحْتَ آبَاطِهِمْ، ثُمَّ قَذَفُوْهَا عَلَى عَوَاتِقِهِمُ الْيُسْرَى. ) أحـمد، 1: 306، أبو داود: 1890 (

Dari Ibnu Abbas ra [ ia berkata ]: “ Rasulullah saw dan para sahabatnya menunaikan umrah dari Ji’ranah, mereka raml [ ketika thawaf ], dan mereka menjadikan kain-kain mereka di bawah ketiak mereka, lalu mereka melemparkan ujung kain itu ke atas pundak kiri mereka. “ [ Ahmad, I: 306, Abu Dawud, no: 1890 ]

Idhtiba’ diambil dari kata adh-dhab’u, memiliki arti al-‘adhodu [ lengan atas dari sikut sampai bahu ]. Sedangkan yang dimaksud dengan idhtiba’ dalam istilah manasik adalah: memasukkan kain di bawah ketiak kanan dan melemparkan ujung kain itu ke atas pundak sebelah kiri sehingga bahu kanan tampak terlihat. [ Nailul Authar, IX: 264 ]

Idhtiba’ ini disunnatkan ketika thawaf. Adapun di luar thawaf, antara lain  ketika sa’i tidak disunnatkan idhtiba’ tetapi juga tidak dilarang.

Air Zam-zam untuk segala keperluan ?

) مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ (

“ Air Zam-zam diminum untuk segala keperluan. “

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnadnya, III: 357, 372 dan Imam Ibnu Majah di dalam Sunannya, no: 3062 dengan derajat dha’if karena di sanadnya ada rawi bernama Abdullah bin Al-Mu’ammil. Imam Adz-Dzahabi berkata: “ Para ulama melemahkan hadits ini. “ Imam As-Sakhawi berkata: “ Sanad hadits ini dha’if. “ .

Dede Tasmara

Tinggalkan komentar